Pantai Kelingking di Nusa Penida telah menjadi ikon Bali berkat tebingnya yang berbentuk seperti kepala Tyrannosaurus Rex (T-Rex). Namun, di balik kemegahan pemandangannya yang viral, pantai ini menyimpan kisah geologi jutaan tahun, tradisi spiritual masyarakat Nusa Penida, dan perjuangan melindungi ekosistemnya dari dampak pariwisata massal. Artikel ini mengupas sisi unik Pantai Kelingking yang jarang diungkap, mulai dari mitos penjaga gaib hingga upaya restorasi terumbu karang oleh nelayan lokal.
Pantai Kelingking terletak di Desa Bunga Mekar, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Untuk mencapainya, pengunjung harus menyeberang dari Pelabuhan Sanur (Bali) ke Pelabuhan Toyapakeh (Nusa Penida) dengan speedboat (45-60 menit). Dari pelabuhan, perjalanan dilanjutkan menggunakan motor atau mobil selama 45 menit melewati jalan berbatu dan berkelok. Jalur menuju bibir pantai berupa tangga curam dari kayu dan batu dengan kemiringan 70 derajat, hanya direkomendasikan untuk pengunjung dengan fisik prima.
Tebing Kelingking bukan hanya soal bentuk T-Rex-nya. Menurut penelitian geologi, formasi batuan kapur ini terbentuk dari sedimentasi karang purba dan mikroorganisme laut selama 25–30 juta tahun. Proses tektonik mengangkat dasar laut hingga 200 meter di atas permukaan, menciptakan struktur unik yang tererosi oleh angin dan air hujan. Di beberapa titik, fosil kerang dan foraminifera (hewan laut mikroskopis) masih terlihat jelas di lapisan batuan.
Masyarakat Nusa Penida percaya bahwa Pantai Kelingking dijaga oleh Jero Gede Kelingking, roh penunggu berwujud raksasa berkaki satu. Konon, bentuk tebing T-Rex adalah perwujudan sang penjaga yang mengawasi pantai dari ancaman manusia serakah. Setiap tahun, ritual Piodalan digelar di Pura Segara Kelingking, pura kecil di tepi tebing, untuk memohon keselamatan nelayan dan keseimbangan alam. Pengunjung dilarang mengambil batu atau karang sebagai bentuk penghormatan.
Turun ke pantai membutuhkan stamina ekstra. Trek sepanjang 800 meter ini memiliki 4 zona:
Zona Kayu: Tangga kayu dengan pegangan besi (relatif aman).
Zona Batu Alam: Medan berbatu licin tanpa pegangan (risiko tinggi tergelincir).
Zona Pasir Longsor: Area dengan pasir vulkanik yang mudah bergeser.
Zona Ombak Ganas: Gelombang setinggi 3–5 meter yang kerap menyapu daratan.
Hanya 30% pengunjung yang berani turun hingga ke pantai. Banyak yang memilih menikmati panorama dari atas tebing.
Perairan Pantai Kelingking adalah bagian dari Kawasan Konservasi Laut Nusa Penida. Di sini, pengunjung bisa menemukan:
Pari Manta (Mobula alfredi) yang bermigrasi antara Agustus dan Oktober.
Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) yang bertelur di pasir antara April–Juli.
Terumbu Karang Resilien yang bertahan dari pemutihan (coral bleaching) akibat adaptasi dengan arus kuat.
Sayangnya, sampah plastik dan jangkar kapal nelayan ilegal masih merusak ekosistem ini.
Sejak viral di Instagram tahun 2017, Pantai Kelingking dikunjungi 1.000–2.000 wisatawan per hari. Dampaknya:
Erosi tanah di tepi tebing akibat terlalu banyak pengunjung.
Sampah plastik yang menumpuk di area parkir dan jalur trekking.
Kerusakan terumbu karang akibat snorkeling tidak bertanggung jawab.
Komunitas lokal seperti Kelingking Guardians merespons dengan:
Membatasi akses ke bibir pantai saat ombak tinggi.
Memasang tempat sampah terpilah di sepanjang jalur.
Membuat aturan larangan drone di area penyu bertelur.
Bukit Love Hill: Bukit berbentuk hati di sisi timur tebing, hanya terlihat dari udara.
Gua Batu Kapur: Gua alami di dasar tebing yang bisa diakses saat air laut surut.
Pura Segara Kelingking: Pura kecil dengan panorama sunset memukau, jarang dikunjungi turis.
Sate Bulung: Sate rumput laut yang dibumbui base genep, dijual di warung dekat parkiran.
Nasi Jinggo: Nasi bungkus daun pisang dengan lauk ayam atau tempe, harga Rp10.000 perbungkus.
Es Kelapa Muda: Kelapa langsung dari kebun warga, disajikan dengan gula aren asli.
Waktu Terbaik: Kunjungi pagi hari (07.00–10.00) untuk menghindari kerumunan dan panas terik.
Pakaian: Gunakan sepatu trekking (bukan sandal) dan topi lebar.
Keselamatan: Hindari mendekat ke tepi tebing tanpa pengawasan, terutama saat angin kencang.
Etika Lingkungan: Bawa botol minum isi ulang dan tolak penggunaan plastik sekali pakai.
Transportasi: Sewa pemandu lokal yang memahami jalur aman dan kondisi cuaca.
Pantai Kelingking adalah cermin paradoks pariwisata modern: keindahan yang memesona sekaligus rapuh. Di sini, Anda tidak hanya menyaksikan alam spektakuler, tetapi juga belajar tentang kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dibandingkan pantai lain di Bali, Kelingking menawarkan petualangan fisik, refleksi ekologis, dan interaksi autentik dengan masyarakat yang hidup harmonis dengan alam.